Sentuhan 'Ayat-ayat Cinta'

Seorang teman pejantan seruangan di kantor menunjukkan kepada saya sebuah buku yg dia pinjam dari seorang teman kantor lainnya. Buku yg tebal dengan judul 'Ayat Ayat Cinta' (AAC). Rasanya saya pernah mendengar judul itu, mungkin jg pernah baca dari blog. Semula saya pikir buku ini adalah essay perenungan seperti buku 'Daun Berserakan' yg saya baca dari minjem ke seorang teman kantor.

Tapi di bawah judul ada teks 'Sebuah Novel Pembangun Jiwa' dan 'Best Seller' di pojok kanan atas. Sudah lama saya tidak baca novel. Tepatnya baca sampai tuntas. Kebanyakan buku-buku cerita fiksi yg saya pinjam dari perpustakaan hanya bbrp halaman awal dibaca. Entah karena saya yg ga konsen bacanya, atau mungkin ceritanya yg kurang mengena. Dan ternyata saya memutuskan meminjam AAC, padahal ada dua buku non fiksi yg baru saya pinjam dari perpustakaan belum dibaca.

'Man Jadda Wajad!'
Tulisan di atas adalah pepatah Arab yg terkenal, artinya: "Siapa bersungguh-sungguh dia mendapat!" Dan teks itu berada dlm buku AAC. Masih byk teks berbahasa arab lainnya dlm buku ini. Kenapa bahasa arab? Wajar krn AAC mengusung tokoh utama seorang pelajar asal Indonesia dgn segala kegiatannya yg sedang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. Selain bhs arab, ada juga percakapan ringan dlm bhs jerman. Secara tidak langsung bisa menambah wawasan para pembacanya.

Pada halaman2 awal cerita di buku yg sudah masuk cetakan VII ini, saya merasa sedang membaca sebuah diary si tokoh utama. Mengikuti kegiatannya. Kata-kata yg digunakan ringan dan mengalir. Penggambaran situasi dan latar belakang para tokoh juga tidak berlebihan tapi cukup jelas. Hingga saya berfikir, ini kisah nyata. Bukan fiksi. Dan saya sangat menikmati ceritanya hingga ingin membacanya hingga tuntas.

Sampai sepertiga bagian cerita, baru saya merasa bahwa cerita ini fiksi. Karena begitu indahnya situasi kekeluargaan, persaudaraan antar tokoh2nya. Juga cinta sesama manusia. Tulus. Hidup yg sempurna. Kebahagiaan yg berlimpah. Sebuah gambaran yg rasanya sulit di dapat dlm kehidupan skr ini, dimana hubungan byk dijalin krn perlu sama perlu. Kalau ada butuhnya saja. Ah, mungkin saya terlalu berprasangka.

Saya sering berfikir satu hal. Ngeri kalau mendapat byk kebahagiaan, krn biasanya akan datang ujian dari Allah. Dalam AAC apa yg saya fikirkan itu digambarkan dgn jelas. Kembali saya merasa, AAC bukan cerita fiksi. Ini realitas. Sebuah perenungan bahwa sehebat apapun seorang manusia, tetap membutuhkan manusia lain seperti keluarga, teman, kerabat bahkan yg belum dikenal sekalipun. Dan yg paling mendasar, seberapa teguh keimanan dan keyakinan manusia pada sang Khalik untuk tetap percaya, berada dijalan-Nya untuk menolong dirinya.

Saya tidak menyesal membaca novel AAC ini. Banyak hikmah dan bahan perenungan, agar saya menjadi pribadi yg lebih baik lagi. Terima kasih kepada penulisnya, Habiburrahman El Shirazy. 'Man Jadda Wajad!'

1 komentar :

Hikmat said...

Man Jadda Wajad.... di film AAC contoh yang sederhana (kelihatannya) mengenai kesungguhan hati terhadap sesama dan terhadap sang Khalik...
Terlihat ringan tapi sarat dengan makna....
Kupasan yg simple tapi mendalam...
Salam
HP